Terjebak





tiga bulan berlalu sejak kita memutuskan untuk saling membisu
kita mengucapkan janji untuk tidak saling menyapa dan tidak saling merindu
dua hal itu mudah saja sebetulnya, cuma aku meragu
bisakah aku tidak memikirkanmu?


waktu itu dengan mantap aku berkata padamu
akan kuhapus semua jejakmu
semua peninggalanmu, termasuk pikiran-pikiranku tentangmu
tapi ternyata tak semudah itu
ada rasa yang masih tertinggal di hatiku, untukmu


tadi di jalan aku melihat namamu
cuma tertera sebagai nama toko kecil beratap kayu, sih..
tapi tetap saja, menggetarkan kalbu
dagdigdug itu kembali mengganggu
argh, susah sekali mengusirmu....


kamu ada dimana-mana
di tv, radio, koran, majalah
pamflet, baliho, nama jalan, bahkan surat pembaca
setiap yang kutemukan, apapun yang sedang kubaca, kurasa, kuanalisa
pasti mengingatkanku tentang kamu dan aku
kita


musik yang sama, senja
excellent kisser, sepedaan di car free day minggu pagi, jus sirsak
lagu yang tak pernah selesai,  cerpen yang tak pernah selesai, percakapan yang (terasa) sia-sia..


dan hujan
hujan yang selalu ada di setiap temu kita
dalam perkenalan dan perpisahan kita
dan selalu hadir di sela-selanya


ah ya,
hujan selalu mengingatkanku pada dirimu


tuh kan
apakah ini hanya kebetulan semata, atau memang aku yang terlalu rajin menganggapnya sebagai sebuah pertanda?


apapun itu, aku tak mau terjebak
tapi aku pun tak ingin memaksa rasa ini untuk segera menguap
biarlah waktu yang bekerja mengikis rasa yang sudah mengerak
biar luruh, luruh terbawa arus 
menjadi masa lalu 



Komentar

Postingan Populer